Selasa, 06 Februari 2007

Terserah

"Terserah, aku gak peduli apa yang akan bang lakukan, yang kuinginkan hanya uang untuk keselamatan anak kita, titik", teriak suminah terhadap Ading suaminya. Mendengar rasa kesal istrinya, dia semakin bingung dan bingung apa yang mesti dia lakukan. Sudah lama dia berusaha menghindar dari uang-uang yang datangnya gak jelas dari kantornya. Namun, semenjak cobaan anaknya sakit, dia semakin bingung apa yang mesti dia lakukan. Apakah dia akan ikut bersama teman sekantornya dalam memanipulasi uang atau dia tetap pada pendiriannya tuk menghindari semuanya.

Awalnya, dia masih bisa kuat dan dengan sabar menasihati suminah mengenai pentingnya menjaga diri dari harta yang gak jelas, namun semenjak 'usup' anaknya sakit dia mulai bimbang dengan pendiriannya. Dia mulai bingung dalam mengatasi keadaan yang menimpanya. Dia berusaha mencari tambahan lain dengan menjadi tukang ojek di malam hari untuk memenuhi biaya obat dan dokter untuk anaknya. Namun semua hasil yang didapatkannya masih jauh dari cukup.

Bila dilihat dari kedudukannya di instansi yang dia tempati, dia tidaklah terlalu rendah, masih banyak posisi teman-temannya yang berada di bawahnya. Namun semua teman sekantornya mempunyai kedudukan ekonomi yang jauh diatas dia. Banyak dari temannya yang memperolok semua yang dia lakukan, karena dengan kedudukan yang Ading capai saat ini bisa membuat dia jauh lebih kaya dari mereka. Namun, seperti biasa Ading merasa bahwa kedudukan itu bukanlah tujuannya. Dia berpendirian bahwa kebahagiaan adalah pada saat dia berusaha menghindari diri dari barang-barang dan uang yang tak jelas menurut keyakinannya.

Semenjak sakit anaknya mulai memuncak, sikap istrinya Suminah mulai berbeda. Dia mulai sering uring-uringan dan terus menyalahi dirinya yang bodoh dan lugu, sehingga keadaan ekonomi mereka tidaklah sebagus teman dan tetangga tetangganya. Istrinya sering mengomel dengan kata-kata yang tidak enak didengar, terbayang suara istrinya yang terus didengarnya "abang ini bodoh, masa dengan kedudukan abang, abang hanya punya motor butut, rumah RS yang gak layak huni, abang payah", suara dari istrinya terus bersemayam dalam dirinya. Dia bingung dan terus bingung dengan gempuran hinaan dari berbagai penjuru.

Teman-temannya siap membantu dirinya dengan menyiapkan kuitansi2 fiktif untuk memenuhi biaya pengobatan anaknya, istrinya terus ngomel dan minta uang walaupun dari mana asalnya. Mendapatkan gempuran yang begitu pesat membuat kepalanya hampir meledak terpencar ke berbagai arah. Dia terdiam dan termenung setiap hari menghadapi kebingunagnnya. Dia harus memilih antara kesehatan anaknya atau menerima uang dari sesuatu yang dipandangnya tak layak bagi keyakinannya.

"Ding, berbuat dosa sekali untuk menolong orang yang kita cintai masih bisa diampuni Tuhan. Tuhan kan maha Penyayang dan Maha Pengasih" nasihat atasannya terhadap dirinya. Dia terdiam dan mulutnya membisu mendengarkan nasihat yang tetap aneh menurut hatinya itu. Lalu atasannya meninggalkan dia dengan sejumlah uang dan beberapa kuitansi yang mesti ditandatanganinya. Ading dipersilahkan untuk berfikir berulang kali.

Setelah memikirkan semua nasihat-nasihat yang masuk ke kepalanya. Hatinya mulai bimbang dengan pendiriannya semula. Lalu dambil uang serta kuitansi yang siap di tanda tanaganinya. Dia lantas pulang kerumahnya yang masih reyot dan jelek dipandang mata. Dia langsung, masuk rumahnya dan tiduran di ruang tamu karena dia tahu istrinya sudah tertidur kecapaian menjaga 'usup' yang mengalami panas yang luar biasa.

Lalu, ia mulai menyimpan uang itu kedalam laci dan siap menandatangani semua yang mesti dia tanda tangani. Namun, matanya sungguh berat tuk mulai menggoreskan tanda tangannya pada beberapa kuitansi yang mesti diisi. Dia merasakan rasa kantuk yang luar biasa, karena kelelahan berfikir dan pekerjaan yang menumpuk dikantornya. Untuk menghindari kesalahan tanda tangan, maka dia memutuskan tuk tidur terlebih dahulu lalu terlelap dalam tidurnya yang tak dapat dia tahan-tahan lagi.

Tiba-tiba dia berada pada suatu jembatan yang sangat luas berjalan bersama-sama orang-orang yang berwajah bersih dan bercahaya menuju suatu tempat yang sangat indah dengan perkebunan dan bangunan bagaikan istana yang jauh lebih megah dari istanyanya kerajaan Inggris. Saat diperjalanan menuju tempat itu, tiba-tiba dihadapannya muncul suatu binatang yang sangat mengerikan yang siap menerkamnya. namun anehnya binantang itu hanya menatapnya dan mengabaikan orang-orang disekitar dirinya.

Binatang itu mengaum-ngaum dan nampak mulutnya yang besar dengan gigi yang siap menerkamnya mendekati dirinya. Dan dia berlari dan berlari sampai akhirnya dia terjatuh dalam jurang yang sangat dalam dan mulai terasa panas yang semakin menyengat selaras dengan jatuhnya dia ke jurang yang semakin dalam itu. Lalu dia terbangun dan terucap kalimat istigfar berulang-ulang dari mulutnya.

Dia, termenung dalam mimpi yang dialaminya. lalu dia mencoba menghubung-hubungkan dengan kehidupannya yang dialaminya sesuai dengan yang dia pahami. lalu dia melihat kuitansi yang ada di depan mejanya. Dia terdiam seribu bahasa serta berfikir apa yang mesti dilakukannya pada situasi saat itu.

Besok paginya dia membawa motor serta sertifikat rumahnya ke tempat penggadaian dan dia memperoleh sejumlah uang tuk kebutuhan pengobatan anaknya. Dia pulang dengan senyuman dan bersyukur bahwa semalam hanyalah sebuah mimpi yang sangat menakutkan untuk mengingatkan dirinya.

-Gantira- Jakarta