Minggu, 06 Mei 2007

Kenangan Itu

Kenangan itu terus menghantuiku, setiap ku tertidur ku terus teringat akan kenangan itu. Suatu kenangan yang membuatku menyesal seumur hidupku. Aku tidak tahu apakah kenangan itu bisa terlupakan dalam hidupku. Namun setiap aku mengingat kenangan itu, membuat diriku menangis dan menangis sejadi-jadinya.

Lima tahun yang lalu, aku yang dikenal sebagai wanita yang cantik, alim dan tahu akan sopan-santun. Aku terjerembab dalam kesombongan batinku. Ku kenal seorang yang berbeda kepribadian denganku. Namanya James, dia termasuk lelaki yang digandrungi oleh teman-teman kuliahku. Dia tampan dan pintar merayu serta dia seorang yang suka berpesta pora dalam mengikuti acara-acara yang ada di diskotik.

Aku melihatnya bagaikan aku melihat iblis yang siap masuk neraka. Diriku selalu menghujatnya dengan hujatan yang sangat menyakitkan. Namun dia hanya terdiam dan tersenyum getir mendengar hujatanku. Saat kupandang wajahnya, rasanya hatiku pingin muntah dan muntah secara berulang ulang. Lalu aku memalingkan muka bila wajahnya menatap wajahku.

Selalu kuucapkan padanya “Hai, calon neraka menjauh dariku!”. Namun jawaban dia hanya tersenyum. Dan dia hanya berucap “terima kasih De”. Suatu ucapan yang sangat enak di telingaku. Namun hatiku sudah terlampau membenci peringainya. Sehingga apapun yang keluar dari mulutnya bagaikan sebuah ular berbisa yang siap menerkam mangsanya dengan manisnya madu yang ada di sekitar bisanya.

Dua tahun kemudian aku terpisah dengan dirinya. Dan saat bertemu kembali dengan dirinya, dia terasa berbeda dari sebelumnya. Wajahnya nampak alim dan dia menjadi sangat bersahaja. Aku melihat wajahnya bagaikan melihat perubahan yang sangat drastis antara dua makhluk yang berbeda, antara makhluk iblis yang berubah menjadi malaikat.

Dia menyapaku dengan ucapan yang sangat lembut sekali. Akupun menjawabnya dengan rasa senang yang luar biasa. Lama kelamaan aku menjadi tertarik padanya, mulai dalam hatiku tumbuh rasa penasaran apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya. Setelah lama ku selidiki ternyata perubahannya dikarenakan dia selama dua tahun terpisah mempelajari diriku. Dia sangat mencintaiku, sehingga dia akan berusaha berubah untuk dicintai oleh diriku.

Dia mulai belajar agama yang sebelumnya tak dikenalnya. Lalu sedikit demi sedikit dia mulai tahu, apa-apa yang sangat kusukai pada seseorang. Dia terus belajar segala ilmu agama yang kukuasai dan kusenangi yang akhirnya aku bertemu kembali dengannya. setelah lama aku mengenalnya, dia sering mengucapkan hadist-hadist dihadapanku. Kata-katanya semakin penuh ayat-ayat bila bertemu dengan diriku.

Aku semakin terpikat padanya. Aku merasa tersanjung, dia mau berubah karena begitu besar cintanya padaku. Karena kekagumanku pada diriku, aku menerima cintanya. Aku merasakan betapa berjasanya diriku yang telah merubah seseorang yang sebelumnya bersifat iblis menjadi bersifat malaikat.

Lalu pernah kutanyakan padanya “ Ka, apa yang merubah dirimu menjadi begitu baik?”, dia menjawab “ rasa cintaku padamu telah mengubah diriku menjadi seperti ini, aku mau melakukan apapun untuk mendapatkan cintamu padaku”. Suatu jawaban yang membuatku mati dalam kebahagiaan yang luar biasa. Karena diriku begitu berjasanya sehingga bisa merubah seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dua tahun kemudian dia melamarku dan aku dengan senangnya menerima lamarannya. Aku menikah dengan dirinya dengan kekaguman pada diriku sendiri yang telah berhasil merubah seseorang karena begitu besar cintanya kepadaku.

Satu tahun kemudian, saat ini, setelah pernikahan itu berjalan. Sifatnya mulai berubah kembali pada sifatnya 5 tahun yang lalu. Dia mulai sering menempelengku, dia memakiku dengan makian “wanita jalang”. Aku mulai tersadar ternyata kenangan 5 tahun yang lalu itu aku terima saat ini bahkan lebih dekat lagi. Aku sengsara dalam kesombongan diriku yang telah mengagumi diriku sendiri dalam mengubah seseorang menjadi bagaikan malaikat.

Baru kusadari bahwa seseorang berubah karena ingin mendapatkan sesuatu yang fana, maka setelah ia mendapatkan yang fananya itu dia akan kembali pada kehidupannya semula. Karena dia telah merasa puas terhadap apa yang ingin dicapainya. Berbeda bila seseorang mencari dan merindukan sesuatu yang abadi maka dia akan terus tetap setia pada perubahan itu. Aku adalah seorang yang fana, maka setelah dia mendapatkan diriku yang fana ini, maka dia akan kembali pada keadaannya semula.

Seharusnya aku menerima calon pendamping yang mempunyai keyakinan pada sesuatu yang abadi bukan berubah karena diriku. Karena bila dia berubah tuk mencari kebenaran maka dia akan berubah selamanya, baik mendapatkan diriku ataupun tidak.

-Gantira- Jakarta

Jumat, 06 April 2007

Sepi...

"Dor..Dor..dor.." suara tembakan terdengar 3 kali berturut-turut. Setelah suara tembakan itu berlalu, kumerasakan rasa panas yang luar biasa di kedua pahaku lalu dunia terasa menjadi gelap, gelap sekali yang akhirnya aku berada pada tempat yang membingungkan antara ada dan tiada semuanya serba membingungkan.

Setelah lama aku berada pada situasi itu, lalu aku terbangun dan kulihat di sekitarku hanyalah ada kain-kain putih. Ternyata aku sekarang ada di rumah sakit. lalu kulihat kakiku, "Oh, Tuhan kakiku telah menghilang, Dokter telah mengambilnya tanpa seijinku" hati teriak tanpa hentinya. Disamping tempat tidurku ada sebuah karangan bunga, dan didalamnya ada sebuah surat.

Surat tersebut aku buka, tertulis didalamnya " Maafkan atas keteledoran anak buahku, satuan kami akan memproses dia secara hukum, semoga Dik Andi cepat sembuh... Ttd Jenderal Santoso". Mendapatkan surat langsung dari seorang Jenderal tidaklah membuat hatiku bahagia padahal dulu ingin sekali aku berkenalan dengan seorang jenderal karena aku begitu salut dan kagum kepada mereka dan cita-citaku dulu ingin menjadi salah satu anggota pembela negara ini.

Namun surat yang kudapatkan dari seorang jendral yang kubangga-banggakan tak membuatku bahagia dengan kondisiku saat ini. Lalu mataku mulai mencucurkan air mata, aku menangis sejadi-jadinya memikirkan kedua kakiku yang telah terpisah dari tubuhku. Aku banting karangan bunga beserta suratnya. Dan berdatanganlah para suster dan dokter memeriksa kondisiku saat itu.

Setelah sebulan aku berada disana, kondisiku mulai membaik lalu aku mulai menemui kasir di rumah sakit itu. Saat kutanyakan berapa biaya yang harus ku keluarkan. Keluar beberapa kalimat dari kasir itu "Maaf pak, semua tagihan untuk kesembuhan bapak sudah ditanggung oleh Jendral Santoso". Mendengar kalimat yang menyenangkan itu tidak membuat hatiku bahagia, aku tetap dingin menanggapinya, dan keluar secara tiba-tiba dari mulut kecilku, "heh" suara yang bernada sinis bagi orang yang mendengarnya.

Lalu aku pulang kerumahku yang cukup besar, namun kosong dari kehidupan manusia. Rumah itu adalah warisan dari kedua orang tuaku. Aku tinggal sendirian tanpa saudara dan istri. Kudatangi semua perabotan rumahku ternyata semua sudah berdebu, aku hanya menarik nafas sambil mendorong kursi rodaku yang mulai terbiasa menjadi pengganti kakiku.

Terasa situasi di tempatku sepi tanpa kehidupan, apalagi pada kondisi saat ini. Kesepian mulai menemuiku dengan gembiranya. Namun hatiku tetap merasakan kesepian yang mendalam. Lalu didepan rumahku terdapat beberapa surat. Satu persatu kulihat secara selintas, ada satu amlop dari perusahaan tempatku bekerja. Tertulis didalamnya bahwa aku telah di PHK secara hormat dan di lampiri bukti transfer sejumlah uang ke rekening pribadiku. Aku terdiam dan rasa sedihku semakin bertambah.

Situasi yang sepi ini membuatku semakin menyesali atas semua tindakan dulu yang pernah kulakukan. Saat itu, kedua orang tuaku masih ada. Di tempat itu di hadiri oleh banyak orang, keluarga besarku dan keluarga besar calon istriku berkumpul. Pada saat acara Ijab Kabul sebagai sarat sahnya sebuah pernikahan. Aku tiba-tiba berontak dan mengatakan secara sepihak bahwa aku tidak mau acara itu dilanjutkan, aku merasa masih ingin bebas, bebas dari ikatan siapapun. Aku saat itu masih berpikir bahwa karirku jauh lebih penting daripada pernikahan yang akan membuat pikiranku bercabang.

Mendengar tindakanku saat itu, semua orang yang hadir kaget, wanita disebelahku langsung menangis menahan rasa sedih dan kecewa yang sangat dalam. Keluarga calon istriku langsung pergi dengan nada kesal dan tampak wajah yang merah memedam rasa marah, keluarga besarku terdiam menahan rasa malu lalu satu persatu rumah itu sepi dan sepi.

Sekarang, aku baru menyadari betapa sepinya hidup sendirian, seandainya peristiwa itu bisa terulang mungkin situasi saat ini tidak akan sesepi yang kualami. Hatiku sepi, jiwaku sepi, telingaku sepi, kakiku sepi, kesepian yang melebihi sepinya sebuah kuburan dimalam hari tanpa ada seekor binatangpun berkunjung padanya. Sepiii...

-Gantira- Jakarta

Selasa, 06 Maret 2007

Tertidur

Mulutnya mulai menguap, matanya mulai memerah dan menyempit, tangannya terus menerus mengusap wajahnya. Dia berusaha untuk tetap terjaga namun rasa ngantuk tak bisa dia hindari dan akhirnya dia tertidur dengan pulasnya. Sekelilingnya terdengar suara yang membentak-bentak dan memarahi seluruh isi kelas itu. Sehingga dari hati setiap siswa di kelas itu, ada yang jengkel, ada yang takut, ada yang dendam pada tindakan guru yang tiba-tiba marah tanpa sebab itu.

Pada saat bel pulang berbunyi, arman si tukang tidur terbangun dan mulai dia mengusap wajahnya dengan senyuman. Setiap siswa satu persatu keluar ruangan kelas dengan wajah tegang. Namun berbeda dengan arman dia tersenyum pada guru yang sebelumnya marah alang kepalang. Karena senyuman arman yang tulus dan tak tahu menahu atas peristiwa sebelumnya, membuat wajah angker guru tersebut ikut tersenyum.

-Gantira- Jakarta

Selasa, 06 Februari 2007

Terserah

"Terserah, aku gak peduli apa yang akan bang lakukan, yang kuinginkan hanya uang untuk keselamatan anak kita, titik", teriak suminah terhadap Ading suaminya. Mendengar rasa kesal istrinya, dia semakin bingung dan bingung apa yang mesti dia lakukan. Sudah lama dia berusaha menghindar dari uang-uang yang datangnya gak jelas dari kantornya. Namun, semenjak cobaan anaknya sakit, dia semakin bingung apa yang mesti dia lakukan. Apakah dia akan ikut bersama teman sekantornya dalam memanipulasi uang atau dia tetap pada pendiriannya tuk menghindari semuanya.

Awalnya, dia masih bisa kuat dan dengan sabar menasihati suminah mengenai pentingnya menjaga diri dari harta yang gak jelas, namun semenjak 'usup' anaknya sakit dia mulai bimbang dengan pendiriannya. Dia mulai bingung dalam mengatasi keadaan yang menimpanya. Dia berusaha mencari tambahan lain dengan menjadi tukang ojek di malam hari untuk memenuhi biaya obat dan dokter untuk anaknya. Namun semua hasil yang didapatkannya masih jauh dari cukup.

Bila dilihat dari kedudukannya di instansi yang dia tempati, dia tidaklah terlalu rendah, masih banyak posisi teman-temannya yang berada di bawahnya. Namun semua teman sekantornya mempunyai kedudukan ekonomi yang jauh diatas dia. Banyak dari temannya yang memperolok semua yang dia lakukan, karena dengan kedudukan yang Ading capai saat ini bisa membuat dia jauh lebih kaya dari mereka. Namun, seperti biasa Ading merasa bahwa kedudukan itu bukanlah tujuannya. Dia berpendirian bahwa kebahagiaan adalah pada saat dia berusaha menghindari diri dari barang-barang dan uang yang tak jelas menurut keyakinannya.

Semenjak sakit anaknya mulai memuncak, sikap istrinya Suminah mulai berbeda. Dia mulai sering uring-uringan dan terus menyalahi dirinya yang bodoh dan lugu, sehingga keadaan ekonomi mereka tidaklah sebagus teman dan tetangga tetangganya. Istrinya sering mengomel dengan kata-kata yang tidak enak didengar, terbayang suara istrinya yang terus didengarnya "abang ini bodoh, masa dengan kedudukan abang, abang hanya punya motor butut, rumah RS yang gak layak huni, abang payah", suara dari istrinya terus bersemayam dalam dirinya. Dia bingung dan terus bingung dengan gempuran hinaan dari berbagai penjuru.

Teman-temannya siap membantu dirinya dengan menyiapkan kuitansi2 fiktif untuk memenuhi biaya pengobatan anaknya, istrinya terus ngomel dan minta uang walaupun dari mana asalnya. Mendapatkan gempuran yang begitu pesat membuat kepalanya hampir meledak terpencar ke berbagai arah. Dia terdiam dan termenung setiap hari menghadapi kebingunagnnya. Dia harus memilih antara kesehatan anaknya atau menerima uang dari sesuatu yang dipandangnya tak layak bagi keyakinannya.

"Ding, berbuat dosa sekali untuk menolong orang yang kita cintai masih bisa diampuni Tuhan. Tuhan kan maha Penyayang dan Maha Pengasih" nasihat atasannya terhadap dirinya. Dia terdiam dan mulutnya membisu mendengarkan nasihat yang tetap aneh menurut hatinya itu. Lalu atasannya meninggalkan dia dengan sejumlah uang dan beberapa kuitansi yang mesti ditandatanganinya. Ading dipersilahkan untuk berfikir berulang kali.

Setelah memikirkan semua nasihat-nasihat yang masuk ke kepalanya. Hatinya mulai bimbang dengan pendiriannya semula. Lalu dambil uang serta kuitansi yang siap di tanda tanaganinya. Dia lantas pulang kerumahnya yang masih reyot dan jelek dipandang mata. Dia langsung, masuk rumahnya dan tiduran di ruang tamu karena dia tahu istrinya sudah tertidur kecapaian menjaga 'usup' yang mengalami panas yang luar biasa.

Lalu, ia mulai menyimpan uang itu kedalam laci dan siap menandatangani semua yang mesti dia tanda tangani. Namun, matanya sungguh berat tuk mulai menggoreskan tanda tangannya pada beberapa kuitansi yang mesti diisi. Dia merasakan rasa kantuk yang luar biasa, karena kelelahan berfikir dan pekerjaan yang menumpuk dikantornya. Untuk menghindari kesalahan tanda tangan, maka dia memutuskan tuk tidur terlebih dahulu lalu terlelap dalam tidurnya yang tak dapat dia tahan-tahan lagi.

Tiba-tiba dia berada pada suatu jembatan yang sangat luas berjalan bersama-sama orang-orang yang berwajah bersih dan bercahaya menuju suatu tempat yang sangat indah dengan perkebunan dan bangunan bagaikan istana yang jauh lebih megah dari istanyanya kerajaan Inggris. Saat diperjalanan menuju tempat itu, tiba-tiba dihadapannya muncul suatu binatang yang sangat mengerikan yang siap menerkamnya. namun anehnya binantang itu hanya menatapnya dan mengabaikan orang-orang disekitar dirinya.

Binatang itu mengaum-ngaum dan nampak mulutnya yang besar dengan gigi yang siap menerkamnya mendekati dirinya. Dan dia berlari dan berlari sampai akhirnya dia terjatuh dalam jurang yang sangat dalam dan mulai terasa panas yang semakin menyengat selaras dengan jatuhnya dia ke jurang yang semakin dalam itu. Lalu dia terbangun dan terucap kalimat istigfar berulang-ulang dari mulutnya.

Dia, termenung dalam mimpi yang dialaminya. lalu dia mencoba menghubung-hubungkan dengan kehidupannya yang dialaminya sesuai dengan yang dia pahami. lalu dia melihat kuitansi yang ada di depan mejanya. Dia terdiam seribu bahasa serta berfikir apa yang mesti dilakukannya pada situasi saat itu.

Besok paginya dia membawa motor serta sertifikat rumahnya ke tempat penggadaian dan dia memperoleh sejumlah uang tuk kebutuhan pengobatan anaknya. Dia pulang dengan senyuman dan bersyukur bahwa semalam hanyalah sebuah mimpi yang sangat menakutkan untuk mengingatkan dirinya.

-Gantira- Jakarta